Klaten – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan peran strategis masjid sebagai pusat pembentukan kualitas umat dan penguatan kehidupan sosial. Hal itu disampaikannya saat memberikan arahan pada peringatan Milad ke-112 Masjid Raya Al Muttaqun Klaten yang mengusung tema “Mengokohkan Fungsi Masjid Untuk Negeri”, di Klaten, Jawa Tengah, Ahad (14/11).
Menag menekankan bahwa masjid sejak awal tidak hanya dibangun sebagai bangunan fisik, melainkan sebagai ruang pembinaan manusia untuk bersujud kepada Allah. “Tujuan utama masjid dibangun adalah untuk membangun sajidun, orang-orang yang sujud, agar memperkuat kualitas dan sekaligus kuantitas orang-orang yang akan sujud,” ujar Nasaruddin.
Ia menjelaskan, fungsi masjid idealnya menghadirkan keseimbangan antara kesemarakan syiar dan kedalaman penghayatan. Kesemarakan aktivitas keagamaan, kata Menag, harus berjalan seiring dengan proses kontemplasi yang menumbuhkan kesadaran batin.
“Ada dua hal yang bisa masjid wujudkan, yaitu syiar atau kesemarakan dan ada penghayatan atau kontemplasi. Dua hal itu perlu berbanding lurus,” tegasnya.
Jadikan Rumah sebagai Masjid Kedua
Menag juga mengingatkan pentingnya pembagian peran antara masjid dan rumah. Ia mengutip teladan Rasulullah SAW yang menganjurkan salat wajib dilaksanakan secara berjamaah di masjid, sementara rumah tetap dihidupkan dengan ibadah sunah.
“Rasulullah minta juga sekalipun tetanggaan dengan masjid tetap harus menggunakan rumah kita untuk salat. Tapi salatnya salat sunat. Salat fardunya di masjid,” tuturnya.
Lebih jauh, Nasaruddin mengingatkan agar rumah tidak kehilangan ruh spiritualnya. Rumah yang jauh dari aktivitas ibadah, menurutnya, seperti kuburan.
“Tidak bisa juga menjadikan rumah itu seperti kuburan. Rumah seperti kuburan ialah rumah yang tidak pernah kedengaran suara azan, tidak pernah kedengaran orang ngaji, tidak ada salawatan, tidak ada kontemplasi,” katanya.
Menag kemudian mengulas kembali sejarah fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW yang sangat luas dan humanis. Berdasarkan catatan sejarah, hanya sebagian kecil masjid yang digunakan untuk ibadah ritual. “Kalau kita lihat sejarahnya, Rasulullah hanya sekitar dua puluh persen masjidnya Nabi, baik Masjid Quba maupun Masjid Nabawi, dipakai sebagai tempat ibadah mahdah. Selebihnya untuk pemberdayaan umat,” jelasnya.
Ia merinci, Masjid Nabawi pada masa Rasulullah juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, balai pertemuan, rumah tahanan, tempat walimah pernikahan, pusat pengobatan, pusat informasi, hingga lembaga peradilan.
“Masjidnya Nabi itu juga difungsikan sebagai sekolahan, rumah tahanan, balai pertemuan, tempat walimahan pernikahan, balai pengobatan, pusat informasi, kantor pengadilan. Jadi Rasulullah SAW itu banyak sekali membuat pikiran-pikiran yang sangat humanis di masjid,” ungkapnya.
Menag berharap masjid-masjid di Indonesia, baik yang berada di pinggir jalan maupun di tengah permukiman, dapat menjadi pusat pemberdayaan umat yang nyata. Dengan jumlah masjid yang mencapai ratusan ribu, ia optimistis masjid dapat menjadi kekuatan sosial bangsa.
“Saya mohon supaya masjid kita yang ada di Indonesia, termasuk Masjid Al Muttaqun ini yang berada di pinggir jalan, dan juga delapan ratus ribu masjid yang ada di tengah perkampungan, bisa menjadi medium pemberdayaan umat,” pungkasnya.
Milad ke-112 Masjid Raya Al Muttaqun turut dihadiri Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Bupati Klaten Hamenang Wajar Ismoyo, Staf Khusus Menteri Agama Gugun Gumilar, Sekretaris Menteri Agama Akmal Salim Ruhana, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Tengah Saiful Mujab, jajaran pengasuh Masjid Al Muttaqun, serta masyarakat setempat.
