Tangerang – PT Pertamina (Persero) kembali menorehkan sejarah dalam dunia penerbangan nasional dengan meluncurkan penerbangan perdana yang menggunakan Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO).
Acara ini digelar di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten (20/8).
Maskapai Pelita Air, anak usaha Pertamina, menjadi operator penerbangan perdana untuk rute Jakarta–Bali.
Uji coba ini menjadi langkah penting dalam memperkenalkan ekosistem bahan bakar ramah lingkungan untuk mendukung penerbangan berkelanjutan di Indonesia.
Inisiatif pengembangan SAF Pertamina ini telah mendapatkan sokongan penuh dari pemerintah.
Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menyampaikan apresiasinya atas pelaksanaan Special Flight dengan Pertamina Sustainable Aviation Fuel.
Menurutnya, Pertamina dan Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemain utama SAF di tingkat global.
“Indonesia punya potensi untuk menjadi leadership dalam menggerakkan SAF. Ke depan kita sebagai penghasil SAF harus mampu menjadi hub dalam konteks marketing dan hub policynya.”
“Dan ekspansi market ini tidak hanya di Pelita tapi juga domestik dan internasional,” ujar Arif.
Arif juga menambahkan bahwa penerbangan perdana ini menjadi istimewa karena Pelita Air menggunakan Pertamina SAF berbahan dasar minyak jelantah.
Program ini diarahkan untuk menekan emisi karbon di industri penerbangan sekaligus menguatkan ekonomi sirkuler dalam transisi menuju energi bersih.
Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Odo R.M. Manuhutu, menjelaskan bahwa Indonesia memiliki keunggulan bahan baku berlimpah, termasuk minyak jelantah yang bisa dimanfaatkan sebagai SAF.
“Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku SAF pada penerbangan uji coba ini tidak hanya menunjukkan komitmen transisi energi dan keberlanjutan tetapi juga circular economy.”
“Di mana limbah dari kegiatan masyarakat dapat memberikan nilai tambah,” jelas Odo pada kegiatan seremonial penerbangan perdana SAF di Jakarta (20/8/2025).
Lebih lanjut, ia menyebut penerbangan sangat vital bagi perekonomian Indonesia sebagai negara kepulauan.
Pemerintah juga telah meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Industri Nasional Bahan Bakar Berkelanjutan sebagai pedoman menuju kedaulatan energi, dekarbonisasi aviasi, dan terciptanya nilai ekonomi baru lewat rantai pasok energi hijau.
“Hari ini kita menyaksikan momentum penting dalam upaya dekarbonisasi sektor aviasi.”
“Special flight dengan Sustainable Aviation Fuel (SAF) bukti nyata komitmen Indonesia menghadirkan solusi hijau di tengah meningkatnya kebutuhan penerbangan nasional,” ucap Odo lebih lanjut.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menegaskan bahwa pihaknya terus mendukung percepatan transisi energi. Menurutnya, kehadiran SAF bukan hanya memperkuat ketahanan energi, tetapi juga kemandirian energi Indonesia.
“Dengan adanya SAF bukan hanya menjadi ketahanan energi tapi juga swasembada energi, jadi kemandiriannya juga semakin kuat.”
“Kalau kita mengembangkan SAF, produk bioavtur ini sudah naik kelas, serta certified secara aspek keberlanjutannya. Ini menjadi hal yang paling penting untuk ketahanan dan kemandirian energi tersebut.”
“Kami bersama Pertamina mendorong transisi energi. Pertamina bersama seluruh stakeholder sudah membuktikan bahwa kita ini raja untuk biodiesel di dunia tapi kita masih punya tantangan bioethanol.”
“Ini tidak bisa hanya sektor hilir yang bertanggung jawab, tapi harus naik ke hulu,” kata Dadan.
SAF Pertamina sendiri merupakan hasil kolaborasi antara PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina Patra Niaga, dan PT Pelita Air Service.
Produk bioavtur ini diproduksi lewat teknologi co-processing di Green Refinery Cilacap dengan menggunakan bahan baku nabati seperti minyak jelantah, lalu dipadukan dengan bahan baku fosil.
Produk tersebut sudah memenuhi standar uji sertifikasi nasional maupun internasional, serta mengantongi sertifikat Proof of Sustainability (POS) dan ISCC CORSIA yang menjamin rantai pasok berkelanjutan.
Inovasi ini bukan hanya menghadirkan lompatan teknologi, tetapi juga bentuk nyata komitmen Pertamina untuk mendukung target dekarbonisasi Indonesia menuju Net Zero Emission 2060.
Penggunaan SAF berbahan dasar minyak jelantah menjadi langkah konkret dalam menghadirkan energi ramah lingkungan di sektor penerbangan. Tidak hanya mampu menurunkan emisi karbon hingga 84% dibandingkan avtur konvensional, SAF Pertamina juga mendukung ekonomi sirkuler serta memperkuat kemandirian energi nasional.
Pelita Air menjadi maskapai pertama yang mengadopsi SAF produksi Pertamina dalam uji coba ini. Penerbangan perdana tersebut juga menandai kesiapan ekosistem SAF untuk masuk ke tahap komersialisasi.
Pertamina melalui program UCollect juga menggandeng rumah tangga dan sektor HoReCa dalam pengumpulan minyak jelantah sebagai bahan baku SAF.
Model partisipatif ini bukan hanya memperkuat ekonomi sirkular, tapi juga memastikan pasokan berkelanjutan untuk bahan baku bioavtur.
Dengan pengembangan ekosistem ini, Pertamina menargetkan diri menjadi pemasok utama bahan bakar penerbangan ramah lingkungan, tidak hanya di dalam negeri melainkan juga di kawasan Asia Tenggara.
Sebagai pemimpin transisi energi, Pertamina konsisten mendukung target net zero emission 2060 melalui program-program strategis yang sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) serta penerapan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini usaha.