Jakarta – Komisi Informasi Pusat menggelar pengukuran Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) tahun 2025 di 34 provinsi untuk memastikan instansi pemerintah memenuhi kewajiban dalam menyampaikan informasi dan data yang berkualitas bagi masyarakat.
“Terkait pelaksanaan Indeks Keterbukaan Informasi Publik ini, setiap tahunnya kami mengukur dan memotret sudah sejauh mana pelaksanaan keterbukaan informasi ini benar-benar diimplementasikan,” kata Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Rospita Vici Paulyn di Aula KIP, Jakarta Pusat, Rabu (27/8).
Vici mengatakan pengukuran IKIP 2025 bukan sekadar kegiatan rutin, namun juga merupakan bentuk pengawasan terhadap keterbukaan informasi di seluruh wilayah Indonesia.
“Jadi, bukan hanya sekadar regulasi, tetapi kemudian apakah memang masyarakat di daerah sudah merasakan dampak dari keterbukaan informasi dan informasi yang disajikan oleh badan-badan publik memang informasi yang berkualitas, yang dibutuhkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Vici juga mengimbau para pimpinan instansi pemerintah untuk terbuka dalam menyampaikan informasi yang memang untuk dikonsumsi publik karena komitmen pimpinan adalah kunci keterbukaan informasi dari instansi tersebut.
“Kalau kita bicara keterbukaan itu yang paling utama komitmen dari pimpinan. Kalaupun yang di bawahnya, PPID-nya (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) bersemangat, kalau tidak ada komitmen, tidak akan berjalan, itu akan jalan di tempat. PPID-nya mau memberikan, tapi kemudian perintah dari atas enggak boleh. Pada akhirnya menjadi tumpang tinggi perintah, mereka tentu lebih patuh kepada pimpinannya, akhirnya keterbukaan informasi macet, tidak bisa berjalan,” kata Vici.
Latar belakang dirancangnya pengukuran IKIP adalah untuk memotret tiga kewajiban negara terhadap informasi publik, yaitu kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfil); serta ntuk memperoleh data, fakta, dan informasi terkait implementasi Undang-Undang KIP di 34 provinsi dalam dimensi Politik, Hukum, dan Ekonomi.
Dalam penyusunannya, IKIP menganalisis tiga aspek penting yang mencakup kepatuhan Badan Publik terhadap Undang-Undang KIP (Obligation to tell), persepsi masyarakat terhadap Undang-Undang KIP maupun haknya atas informasi (Right to Know), dan kepatuhan Badan Publik terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi terutama kepatuhan dalam melaksanakan putusan sengketa informasi publik untuk menjamin hak masyarakat atas informasi (Access to Information).
Penyusunan IKIP menjadi jawaban Komisi Informasi Pusat untuk mendapatkan data, fakta dan informasi terkait upaya-upaya pemerintah Republik Indonesia dalam melaksanakan kewajibannya.
Apalagi keterbukaan informasi menjadi penting dalam hal pemenuhan hak-hak warga negara atas informasi di seluruh provinsi yang ada di Indonesia yang berdampak positif pada perubahan sosial dan ekonomi.