Jakarta – Dalam upaya menciptakan layanan publik yang ramah disabilitas, Komisi Informasi Pusat (KIP) menyusun proyek perubahan yang berfokus pada peningkatan aksesibilitas informasi. Proyek ini berakar dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menegaskan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan informasi yang setara. Dengan tujuan untuk membangun layanan yang inklusif, KIP berkomitmen untuk mengembangkan platform digital yang memenuhi standar aksesibilitas, melatih petugas pelayanan publik, dan melakukan kampanye sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Keterbatasan aksesibilitas layanan publik bagi penyandang disabilitas masih menjadi tantangan besar. Banyak penyandang disabilitas yang belum memanfaatkan layanan KIP karena stigma, diskriminasi, serta kurangnya pemahaman tentang hak-hak mereka. Dengan membangun layanan yang inklusif, KIP tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup penyandang disabilitas dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam masyarakat.
Proyek ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk petugas pelayanan di lingkungan KIP, organisasi penyandang disabilitas, dan masyarakat umum. Tim yang kompeten dibentuk untuk mengelola pelaksanaan proyek ini, terdiri dari anggota yang memiliki keahlian dalam pengembangan platform digital, dan kampanye publik. Dengan kolaborasi ini, diharapkan suara penyandang disabilitas dapat didengar dan diakomodasi dalam kebijakan publik.
Dipimpin oleh Project Leader Bernard Yuari Putranto, yang menjabat sebagai Ketua Tim Kerja Perencanaan, proyek ini dilaksanakan di lingkungan KIP yang berlokasi di Wisma BSG, Jakarta. Proyek ini dibagi menjadi tiga fase: jangka pendek (2 bulan), jangka menengah (6 bulan), dan jangka panjang (12 bulan).
• Fase Jangka Pendek: Fokus utama adalah pengembangan platform digital serta pembuatan Surat Edaran tentang pelayanan publik yang inklusif. Kampanye publik terkait pelayanan ini juga akan dilaksanakan.
• Fase Jangka Menengah: Pelaksanaan pelatihan bagi petugas pelayanan dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung disabilitas menjadi prioritas.
• Fase Jangka Panjang: Proyek ini akan melakukan evaluasi berkelanjutan serta pengembangan agar layanan tetap responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas.
Proyek ini mengadopsi pendekatan strategis dengan mengembangkan platform digital yang memenuhi standar WCAG (Web Content Accessibility Guidelines). Dua layanan online KIP, yaitu ePPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dan SIPSI (Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa Informasi Publik), akan dilengkapi dengan widget ramah disabilitas. Widget ini menawarkan berbagai fitur aksesibilitas, seperti mode suara, perbesaran teks, dan kontras tinggi.
Sebagai bagian dari proyek ini, branding yang kuat juga dirancang untuk mencerminkan komitmen KIP terhadap aksesibilitas. Logo yang mencerminkan keterbukaan dan inklusi, dengan simbol seperti pintu terbuka atau tangan yang menjangkau, akan digunakan. Warna cerah seperti biru dan hijau dipilih untuk menciptakan kesan kepercayaan dan inklusi.
Slogan “KIP Inklusif: Akses untuk Semua!” akan menjadi identitas yang mudah diingat. Selain itu, akronim A.C.C.E.S.S yang mencakup Aksesibilitas, Community, Collaboration, Empowerment, Service, dan Support akan menjadi panduan dalam setiap langkah proyek ini.
• Aksesibilitas: Menjamin bahwa semua layanan publik dapat diakses oleh penyandang disabilitas.
• Community: Membangun komunitas yang inklusif di mana setiap individu merasa diterima.
• Collaboration: Bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk organisasi penyandang disabilitas, untuk menciptakan layanan yang lebih baik.
• Empowerment: Memberdayakan penyandang disabilitas untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi.
• Service: Menyediakan layanan publik yang responsif dan sesuai dengan kebutuhan semua warga negara.
• Support: Memberikan dukungan yang diperlukan bagi penyandang disabilitas agar mereka dapat mengakses layanan publik dengan lebih mudah dan efektif.
Untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pelayanan ini, KIP akan melakukan kampanye publik melalui berbagai saluran komunikasi, termasuk media sosial, website, dan YouTube. Monitoring dan evaluasi akan dilakukan untuk memastikan efektivitas layanan publik yang ramah disabilitas.
Inisiatif ini merupakan langkah penting untuk menciptakan layanan publik yang lebih inklusif di KIP. Dengan fokus pada pengembangan teknologi, sosialisasi, dan pelatihan petugas layanan, proyek ini diharapkan dapat mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Keberhasilan proyek ini akan menjadi contoh bagi lembaga lain dalam mewujudkan layanan publik yang ramah bagi semua kalangan.
Melalui Surat Edaran Ketua Komisi Informasi Pusat Nomor 03 Tahun 2025 yang menegaskan komitmen untuk menyediakan layanan publik yang inklusif dan ramah disabilitas, hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Edaran ini bertujuan untuk memastikan aksesibilitas layanan bagi penyandang disabilitas, dengan mengembangkan platform digital yang memenuhi standar aksesibilitas, melaksanakan pelatihan bagi petugas pelayanan, dan melakukan kampanye sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan stigma dan diskriminasi dapat diminimalisir, serta partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam pelayanan publik dapat terwujud.
