Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan, memberikan sejumlah catatan terhadap swasembada pangan, yang ditargetkan dalam waktu 2-3 bulan ke depan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman akan tercapai atau di akhir 2025.
“Bagi kami, persoalan utama pertanian nasional bukan hanya berapa banyak beras yang dipanen, tetapi seberapa kuat fondasi ekosistem pertanian kita untuk menopang ketahanan pangan secara berkelanjutan,” kata Daniel, dalam keterangan persnya, Rabu, (15/10).
Ia pun mengapresiasi kenaikan produksi beras nasional yang mencapai 33 juta ton tahun ini. Namun, pihaknya juga mengingatkan masih banyak petani yang menghadapi beban biaya produksi tinggi akibat harga pupuk, benih unggul, dan solar subsidi yang tidak merata.
“Jadi biaya produksi yang tidak efisiensi penting untuk diatasi karena bila tidak akan menggerus daya saing produksi petani kita,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Oleh sebab itu, Daniel meminta Pemerintah untuk menyiapkan strategi substitusi impor dan memperkuat industri hulu pertanian dalam negeri agar ketahanan pangan benar-benar berdiri di atas kaki sendiri.
Tak hanya itu, data curah hujan ekstrem dan pola musim yang tidak menentu tahun ini juga harus menjadi perhatian pemerintah. Karena menurutnya, perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi stabilitas produksi pangan.
“Target swasembada tidak akan tercapai tanpa adaptasi iklim di sektor pertanian. Misalnya, pembangunan embung, irigasi presisi, serta varietas benih tahan kekeringan dan banjir,” tuturnya.
Terakhir, Daniel mengingatkan tentang keberlanjutan generasi petani lantaran minat generasi muda untuk terjun ke pertanian terus menurun. Sehingga ia berharap pemerintah dapat menyediakan insentif dan akses tanah bagi petani muda, untuk menghadapi krisis tenaga kerja pertanian.