Anggota Komisi III DPR RI: Akar Masalah Narkotika Ada pada Permintaan, Bukan Sekadar Suplai

Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto, menegaskan bahwa persoalan utama dalam peredaran narkotika di Indonesia terletak pada tingginya permintaan (demand) masyarakat, bukan semata pada suplai maupun jaringan peredarannya. Pandangan itu ia sampaikan dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama Wamenkumham, DPP GRANAT (Gerakan Nasional Anti Narkotika), dan Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12).

“Demand kita ini luar biasa besar. Selama permintaan tinggi, akan selalu ada orang yang menjual dan memasok narkotika, sebesar apa pun penindakan kita terhadap bandarnya,” tegas Rikwanto.

Ia menyampaikan bahwa data lapangan menunjukkan sebagian besar pengguna narkotika berasal dari kalangan pekerja seperti sektor perkebunan, pertambangan, hingga industri informal yang mengonsumsi narkotika demi meningkatkan stamina kerja. Selain itu, pelajar dan anak muda juga menjadi kelompok rentan karena lemahnya edukasi dan pengawasan.

“Bahkan di perkebunan, narkoba itu sampai dijual per paket kecil yang langsung dipakai untuk kerja. Ini menunjukkan kebutuhan, bukan sekadar keinginan,” jelas Legislator Fraksi Partai Golkar itu.

Menurut Rikwanto, strategi pemberantasan narkoba selama ini terlalu terfokus pada suplai melalui penangkapan bandar, pembongkaran jaringan, dan penyitaan barang bukti. Sementara itu, strategi pengurangan permintaan belum menjadi prioritas, padahal dampaknya jauh lebih menentukan.

“Kalau hanya memutus supply tanpa menyentuh demand, itu tidak akan pernah selesai. Logika pasar sederhana saja selama ada permintaan, suplai pasti mencari jalannya,” katanya.

Rikwanto juga menyoroti tingginya jumlah penghuni lapas akibat kasus narkotika. Sebagian besar dari mereka adalah pengguna yang seharusnya mendapatkan pendekatan rehabilitatif, bukan pemidanaan murni. Ia menilai kondisi overcrowding justru memperburuk masalah karena pengguna ditempatkan satu lingkungan dengan pengedar dan peracik.

“Pengguna pemula masuk sebagai korban, keluar malah punya jejaring baru. Sistem ini harus kita evaluasi total,” tegas Politisi dapil Kalimantan Selatan II itu.

Ia menekankan bahwa keberhasilan pemberantasan narkotika tidak ditentukan oleh banyaknya bandar yang ditangkap, melainkan oleh berkurangnya jumlah pengguna baru. “Kalau generasi muda tidak lagi menjadi target konsumsi, pasar narkotika akan mati dengan sendirinya. Itu inti pendekatan yang harus kita ambil,” ujar Rikwanto menutup pernyataannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *