Ketua Komisi VI DPR RI: UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Negara

Jakarta – Tim Kuasa DPR RI menghadiri Sidang Pleno di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia terkait perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (13/10).

Sidang yang digelar di Gedung MK RI, Jakarta, itu dihadiri oleh Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini yang bertindak sebagai perwakilan dan juru bicara DPR RI dalam penyampaian keterangan resmi. Dalam kesempatan tersebut, Anggia menegaskan bahwa pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, serta pengaturan Holding Operasional dan Holding Investasi dalam UU Nomor 1 Tahun 2025, merupakan upaya untuk mengoptimalkan tata kelola korporasi BUMN agar lebih efisien dan berkontribusi besar bagi masyarakat.

“Tujuan adanya BPI Danantara, kemudian Holding Operasional dan Holding Investasi, adalah supaya pengelolaan korporasi bisa lebih optimal. Dengan begitu, keuntungan BUMN bisa meningkat dan pada akhirnya memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat,” ujar Anggia.

Lebih lanjut, Anggia menjelaskan bahwa perubahan keempat terhadap Undang-Undang BUMN merupakan bentuk tanggapan DPR atas putusan Mahkamah Konstitusi dan aspirasi masyarakat. “Kami di DPR selalu terbuka terhadap masukan publik. Sejak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 diundangkan, berbagai masukan kami tampung, dan perubahan keempat ini menjadi bagian dari perbaikan tersebut,” jelasnya.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim MK, Anggia menyampaikan keterangan lengkap DPR RI secara lisan dan tertulis. Ia menegaskan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 merupakan upaya untuk memperkuat peran BUMN sebagai motor penggerak perekonomian nasional, dengan tetap menjaga prinsip good corporate governance dan pemisahan kekayaan negara dari kekayaan badan hukum BUMN.

“Undang-Undang ini menegaskan bahwa kekayaan negara yang telah disertakan menjadi modal badan hukum telah terpisah dari kekayaan negara secara langsung. Namun, hal itu tidak memutus hubungan negara dengan BUMN, karena negara tetap menjadi pemegang saham, termasuk melalui kepemilikan saham seri A yang memberi hak istimewa kepada negara,” papar Anggia di hadapan Majelis Hakim.

DPR RI juga menjelaskan bahwa BPI Danantara merupakan badan hukum dengan karakteristik sui generis—lembaga khusus yang dibentuk melalui undang-undang untuk melaksanakan kewenangan pemerintah dalam pengelolaan investasi dan operasional BUMN. Kewenangan ini, menurut DPR, diberikan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, serta kontribusi BUMN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tanpa membebani keuangan negara.

Anggia menambahkan bahwa dalam konteks pertanggungjawaban hukum, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tetap menegakkan prinsip business judgment rule untuk menjamin pengelolaan perusahaan yang profesional, transparan, dan akuntabel, tanpa mengurangi penegakan hukum terhadap potensi tindak pidana.

Selain itu, DPR juga menegaskan bahwa mekanisme pengawasan terhadap BUMN telah diatur secara ketat melalui sistem pengawasan internal oleh Dewan Komisaris serta pengawasan eksternal oleh akuntan publik dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengaturan ini, menurut DPR, merupakan bentuk pelaksanaan putusan MK sebelumnya (Putusan No. 62/PUU-XI/2013) yang mengatur pemeriksaan dengan tujuan tertentu sebagai wujud tanggung jawab publik terhadap pengelolaan keuangan negara.

Pada akhir penyampaiannya, Anggia menyatakan bahwa DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Perubahan ini, kata dia, menjadi bukti respons DPR terhadap dinamika ketatanegaraan dan perkembangan hukum nasional.

“Perubahan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab DPR sebagai pembentuk undang-undang untuk merespons putusan MK serta aspirasi masyarakat. Kami berharap MK dapat mempertimbangkan keadaan hukum baru ini dalam proses pengujian materi yang sedang berjalan,” pungkas Anggia.

Sidang tersebut merupakan bagian dari rangkaian proses pengujian materi terhadap UU Nomor 1 Tahun 2025 yang diajukan oleh sejumlah pihak dalam perkara Nomor 38/PUU-XIII/2025, 43/PUU-XIII/2025, 80/PUU-XIII/2025, dan 84/PUU-XIII/2025. Hasil dari persidangan ini akan menjadi landasan penting dalam menentukan arah tata kelola BUMN dan kebijakan investasi nasional ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *